Foto: Cloudburst I Teks: Fadly Zakaria.M
Pentolan menawan chaotic/mathcore asal Yogyakarta, Cloudburst, membuktikan eksistensinya yang sempat saya pertanyakan keberadaannya sejak masa terbit tenggelam selama EP ‘Corridor of Chaos (2021)’ dan sebelumnya juga pernah melepas single lepas ‘Justice Pain (2023)’.
Per 9 April 2025 kemarin, akhirnya semua pertanyaan yang terngiang di kepala tersebut bisa terjawab dengan hadirnya album penuh ketiga ‘Clear Blue Sky’ melalui Lawless Jakarta Records. Dengan berisikan 10 trek, Cloudburst benar-benar memainkan formula segar yang terasa lebih ‘halus’ daripada setiap langkah kerumitannya seperti karya-karya mereka sebelumnya. Kenapa saya bisa percaya diri mengucapkan ‘halus’? Coba saya bedah secara singkat bagaimana kegilaan para kuartet sinting berbahaya satu ini.
Sapaan pembuka dari trek ‘Worst Weather on Earth’ sangat tepat mengawali dasar permainan chaos untuk memporak-porandakan kemelut emosional kalian hingga bertemu ending breakdown yang sadis. Kemudian selanjutnya disambut ‘Justice Pain’ dengan tampilan kebut-kebutan, seraya kuping ini didorong menuju volume maksimal. Nah, pada trek kedua ini mulai terasa adanya kode genetik yang tidak boleh dilewatkan oleh band chaotic pada umumnya yaitu menyelipkan hitungan ganjil yang selalu bikin gregetan. Tanpa basa-basi lagi, disambung trek andalan ‘964-Pinocchio’ yang begitu epik sekali memainkan pecahan dinamika riff dengan menyelipkan jeda untuk bernafas sejenak. Tidak itu saja, permainan jitu dalam ketukan drum tipikal ala Ben Koller sangat terpenuhi secara cermat.
Porsi selanjutnya pada ‘Failed Parachutes’ cukup menikmati bass line yang menonjol ketika trek mulai dibakar sejak awal. Agak shock sebelum menuju bubarnya durasi, di mana permainan tapping yang menawan sekali untuk dipilih. Suka banget! Kemudian nomor berjudul ‘Reverse Live’ mempunyai intro yang tidak asing bagi saya, karena memunculkan adanya potongan percakapan film lawas berjudul The Boondock Saints yang dipakai Bleeding Through pada trek ‘Love Lost In a Hall of Gunfire’. Yap, penggalan pada intro tersebut diikuti Cloudburst sebelum terbentur hantaman diantara raungan vokal yang menyeringai tanpa ampun hingga beberapa part pada durasi akhir dan susunan riff-riff catchy.
Urutan ke belakang memasuki ‘Permanent Concrete’ yang memulai adanya titik jenuh, karena didominasi pola generik seperti band yang memainkan genre sejenis. Bagi saya, mungkin trek keenam ini bisa dibilang waktu rehat disaat live, meskipun tidak terdengar santai sedikit pun. Kembali dipanaskan dengan nomor ‘Rainbow Serpent’ bernafaskan lebih kental mengarah pada ranah metallic hardcore. Trek singkat namun padat.
Sempat tertipu ngerasain feel dari intro gitar ‘In the Realm of Senses’ sangat terdengar alternative. Namun, itu hanya bertahan beberapa sekian detik saja, kemudian disambung kembali dalam mode awal setelan pabrik. Tetap chaos sesuai porsi. Beranjak pada ‘Chernobyl Sunrise’ dan titel album ‘Clear Blue Sky’ sebagai dua nomor pamungkas yang di mana sengaja dibuat seakan tingkat penghabisan dari segala energi-energi beringas yang telah dibombardir dari awal. Jika didengar berulang kali, tiga trek akhir ini semacam trilogi penutup yang sempurna.
Bergeser pada departemen produksi mixing dipercayakan kepada Bable Sagala, sosok musisi sekaligus orang dibalik layar yang menggarap album Exhumation, Nokturnal, dan Goddess of Fate. Sedangkan proses mastering langsung dilempar jauh di studio milik Kurt Ballou yang barbasis di Amerika Serikat yaitu Godcity Studio. Disaat itu, Clear Blue Sky di-handle oleh Zach Weeks yang notaben pernah mengerjakan album-album dari The Hope Conspiracy, High on Fire, NAILS, Deafheaven, dan banyak lainnya. Jadi sudah kebayang output yang bakal kalian dengerin kayak gimana kan?
Bagi saya secara personal, Clear Blue Sky sangat ramah sekali untuk dinikmati tanpa adanya tendensi menemukan kerumitan yang sangat lebay di sepanjang alur setiap trek. Melalui album inilah, saya kembali flashback ketika band-band mathcore, chaotic, metallic hardcore menduduki tahta kejayaannya circa 2000an. Cloudburst benar-benar kesurupan ruh magis dari perpaduan Converge, Cave In, Botch, Norma Jean, Poison the Well, dan sedikit adanya polesan bernuansa modern ala Chamber. Salah satu album cadas lokal terbaik di tahun 2025. Kudos!
Rate: 8,5/10